PUJIAN KEPADA TUHAN MEMBAWA SUKACITA Mazmur 137:1-6


Sikap dan perilaku kita akan mencerminkan suasana hati kita yang terdalam. Melalui renungan hari ini, kita diingatkan bahwa bagaimana perasaan yang dialami oleh umat Tuhan yang ada dalam pembuangan di Babel, ketika orang-orang yang menawan mereka meminta mereka untuk menyanyikan nyanyian sukacita (ay. 3), sementara mereka sedang berada dalam penawanan dan pembuangan di Babel.
            Pemazmur menggambarkan suasana hati mereka yang dalam keadaan berkabung dan menangis di tepi sungai-sungai Babel (ay. 1) dan mereka telah menggantungkan kecapi mereka pada pohon-pohon gandarusa. Mereka telah kehilangan sukacita dan tidak dapat lagi menyanyikan nyanyian pujian kepada Tuhan karena mengingat akan keadaan mereka yang berada dalam pembuangan di Babel.
            Sekalipun mereka dalam kondisi seperti itu, namun mereka masih mengingat akan Yerusalem, yang bagi mereka merupakan tempat kediaman Allah mereka. Bagi orang-orang Yahudi, Yerusalem merupakan puncak sukacita mereka (ay. 6).
            Terkadang kehidupan kita pun sama seperti kondisi umat Tuhan yang ada dalam pembuangan di Babel. Tidak ada lagi sukacita karena beratnya beban hidup yang kita alami, sehingga tidak ada lagi gairah untuk memuji Tuhan. Dalam keadaan seperti itu, kita perlu belajar dari pribadi Daud yang memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan dan selalu memiliki hati yang suka memuji Tuhan di setiap waktu. Ketika menghadapi persoalan yang berat sekalipun, ketika Daud mulai memuji Tuhan, hal itu mendatangkan sukacita dalam dirinya (Mazmur 34:2-3). Belajar dari hidup Daud, kita percaya bahwa pujian kepada Tuhan mendatangkan sukacita dalam hidup kita.




Komentar